Merah boleh jadi beranian
Boleh jadi darah
Putih boleh jadi suci
Boleh jadi tulang belulang
Merah putih
Boleh jadi hanya frasa
Boleh jadi hanya simbol
Boleh jadi jasad yang telah menyatu dengan tanah
Merah boleh jadi beranian
Boleh jadi darah
Putih boleh jadi suci
Boleh jadi tulang belulang
Merah putih
Boleh jadi hanya frasa
Boleh jadi hanya simbol
Boleh jadi jasad yang telah menyatu dengan tanah
Buat kamu yang pengen baca novel yang seru, ada "isinya", gak menye-menye, cukup menantang tapi ga terlalu kompleks, novel touché series karya Windhy Puspitadewi ini bisa jadi salah satu pilihan.
Novel yang bergenre remaja ini secara garis besar menceritakan mengenai orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu yang dilakukan hanya dengan menyentuh. Entah kemampuan sebagai mind reader, data absorber, bahkan track finder! Buat lebih jelasnya, baca aja novelnya! HEHE
Kenapasih novel ini recommended banget? Karena novel touché ini ngajak kita berpetualang plus ikut jadi detektif, jadi gak cuma bicara masalah cinta. Apalagi kisah cinta yang dihadirkan menurut gue pas. Karena gue pribadi emang gasuka novel cinta-cintaan yang menye-menye, pokoknya tentang cinta remaja yang lebay.
Dari novel Touché sendiri, gue udah baca yang pertama dan kedua. Dua-duanya bagus dan asik banget buat dibaca. Kalo soal kisah percintaannya, gue lebih prefer yang touché terbitan kedua, dengan subjudul Alchemist.
Kenapa? Karena karakter utama cowo, alias Hiro, yang menarik banget, yaitu bermulut tajam, super-genius, dan terkesan sombong. Kisah percintaannya juga emang beda banget. Dia selalu ngebuat karakter si cewe, Karen, ada di dekatnya tapi dengan cara yang ngeselin banget.
Tapi, kalau boleh mengutip kalimat dari novel touché (alchemist) ini, "pada Karen, Hiro hanya mulutnya saja yang tajam". Pokoknya kisah cinta yang cukup beda.
Nah, kalo yang pertama sih kisah cintanya lebih kayak, cowo cool yang sebenernya care. Yah, semacam kisah cinta yang manis.
Kalo untuk urusan petualangan dan cerita detektif-detektifan, dua-duanya hampir sama. Cuma kalo yang pertama, menurut gue sih lebih mudah dimengerti. Soalnya kalo yang pertama itu lebih ke arah geografi, Sedangkan yang kedua lebih ke arah kimia yang penjabarannya jauh lebih ribet. Tapi dua-duanya mudah dicerna kok. Namun, di novel pertama, petualangannya lebih berasa.
Jadi kalo soal petualangan, Touché yang pertama unggul, kalo soal detektif yang kedua yang unggul.
Ohya, banyak juga pengetahuan yang bisa didapat dari novel ini. Plus ngelatih otak kamu dengan ikut memecahkan misteri dan teka-teki dalam cerita.
Pokoknya, novel ini cocok banget buat refreshing! Soalnya, kisahnya seru tapi gak terlalu ribet dan gak menguras banyak emosi. Apalagi bukunya juga gak terlalu tebel, jadi gak butuh waktu lama-lama buat baca. Worth it banget pokoknya!
![]() |
Lapangan Fatahillah, Kota Tua |
![]() |
Lukisan dalam Museum Seni Rupa dan Keramik |
![]() |
Hall Museum Seni Rupa dan Keramik |
![]() |
Bagian Dalam Museum Seni Rupa dan Keramik |
![]() |
Meja untuk Membuat Keramik dalam Museum Seni Rupa dan Keramik |
![]() |
(Lapangan Fatahillah, Kota Tua) |
Hai, namaku Alivia Renata.
Kulirik sekilas bulan yang terlihat samar karena terhalang awan. Mungkin sekarang sudah pukul sepuluh malam, atau lebih? Entahlah.
Aku harus cepat-cepat pulang. Yah meskipun sepertinya aku pulang atau tidak, takkan ada bedanya buat mama. Ia memang tidak peduli, tidak pernah peduli, haha.
Ah sudahlah. Aku tidak mau membahas hal itu.
Aku melangkahkan kaki sedikit lebih cepat. Aku tidak peduli kepada orang-orang yang berjalan di sekitarku. Toh, mereka bahkan tidak melirik ke arahku.
Dinginnya malam dapat terlihat ketika daun-daun pohon sekitarku terus bergerak makin cepat ditiup angin. Tapi aku tidak merasa dingin.
Tak sengaja mataku menangkap dua sosok muda-mudi yang tengah asik berciuman di gang sempit di sebelah kananku. Menjijikan.
"Dasar tak tahu malu!", bisikku dalam hati.
Aku jadi kesal dibuatnya. Atau, mungkin aku iri? Sial! Untuk apa aku iri? Iri kepada wanita murahan tadi yang dengan mudahnya disentuh tangan laki-laki hidung belang yang tak tahu malu? Benar-benar menjijikan.
Kulangkahkan kakiku lebih cepat sambil mencoba melupakan hal yang barusan terjadi. Tiba-tiba otakku memerintahkan kakiku untuk berhenti melangkah.
"Alvian?", tanyaku dalam hati.
Mataku menyipit, memastikan sosok itu benar Alvian.
"ALVIAN!", teriakku. Tapi Alvian bahkan tidak menengok ke arahku. Ia malah masuk ke dalam mobilnya lalu melesat pergi.
Aku mencoba berlari sambil terus berteriak memanggil namanya, tapi aku masih kalah cepat. Tunggu, aku berhenti berlari. Mana mungkin ia mendengarku? Aku ini siapa? Bodohnya aku. Haha.
Cukup. Aku harus segera pulang.
Tak terasa rumahku sudah ada di depan mata. Langkahku kian melambat. Kubuka pintu pagar yang tidak digembok dengan perlahan, lalu memasuki rumah. Tak terkunci. Kulihat mama sedang duduk tak bergerak dengan tatapan kosong.
Aku melengos tak peduli. Aku berjalan menuju kamar. Pintu kamar kubuka. Aku terdiam sesaat sebelum masuk ke dalam. Aku menarik nafas sesaat lalu melangkah masuk.
Pemandangan mengerikan terpampang jelas di depan mataku. Tubuh seorang remaja putri menggantung di tengah kamar. Bau apek dan busuk mulai memenuhi kamar. Tapi aku tidak kaget.
Ya, dia itu aku. Aku berbalik lalu tersenyum datar. Aku Alivia Renata, salam kenal.